Uniknya, mata uang yang dimiliki Dewi Lanjar ini mengikuti mata uang yang berlaku di alam manusia. Konon, mata uang rupiah, dollar Amerika, dollar Singapura, Ringgit Malaysia, dan lain sebagainya, terdapat dalam tumpukan uang yang dimiliki Dewi Lanjar.
Itulah sebabnya banyak orang yang berupaya mendapatkan uang gaib tersebut. Mata uang yang diinginkan tergantung peminatnya, asalkan syarat yang diminta Dewi Lanjar dapat dipenuhi, yaitu sate gagak.
Sepintas mudah saja menyediakan sate gagak. Tetapi dalam kenyataannya tidak demikian. Itulah yang dialami Afifudin (48 tahun).
“Pengalaman yang saya alami sangat menakutkan. Bahkan dapat mengancam keselamatan jiwa. Sebaiknya jangan coba-coba mengikutinya,” kenang Afifudin yang menetap di Kampung Pekalipan, Cirebon.
“Bagaimana kisah itu terjadi?” Tanya Misteri.
“Awalnya kami ingin membuktikan uang gaib. Sebenarnya saya tidak terlalu percaya. Tetapi teman saya mengatakan ada seorang kyai di Banyumas, Jawa Tengah, yang memiliki kemampuan mendatangkan uang gaib,” kata Afifudin.Selanjutnya dikisahkan, Afifudin bersama delapan orang temannya menemui Kyai Dullah di Banyumas. Mereka mengutarakan niatnya mendapatkan uang gaib.
Ketika itu Kyai Dullah hanya tersenyum mendengarnya.
“Apa kalian sudah mantap dengan niat itu? Apa tidak takut dengan resiko yang dihadapi?” Tanya Kyai Dullah.Tentu saja semuanya menjawab mantap dan siap dengan resikonya. Niat itu sudah bulat dan tidak mungkin diubah lagi.
“Baiklah. Siapkan seekor burung gagak. Nanti kita lihat apa yang terjadi,” ujar Kyai Dullah.Beberapa hari kemudian, Kyai Dullah bersama sembilan orang itu berangkat menuju pasar burung di Plered, Cirebon. Nasib mereka mujur. Burung gagak berwarna hitam kelam berhasil diperoleh dengan harga 250.000 rupiah seekor.
Bahas Rencana
Pada hari yang telah ditentukan, mereka berkumpul di rumah rekan Afifudin membahas rencana semula.
“Berapa uang yang kalian inginkan?” Tanya Kyai Dullah yang memimpin acara itu.Afifudin dan teman-temannya bingung mendengar pertanyaan yang mengejutkan itu.
“Lho! Kalian bagaimana? Ingin mendapatkan uang gaib tapi tidak tahu jumlahnya,” kata Kyai Dullah kesal.
“Lima belas milyar,” ujar rekan Afifudin memecah keheningan.
“Rupiah, dollar, ringgit…” Kyai Dullah menyambung cepat.
“Rupiah,” serentak jawaban keluar dari sembilan orang yang sedang bermimpi menjadi kaya tanpa susah payah.
“Baiklah. Burung gagak itu kalian potong dan siapkan 15 tusuk sate. Lalu siapa yang akan berjualan sate gagaknya?” Tanya Kyai Dullah.Kemudian Afifudin dan temannya hanya terbengong setelah mendengar pertanyaan itu.
“Apa maksud Kyai?”
“Salah seorang diantara kalian bertugas menjual 15 tusuk sate gagak. Apabila ada yang datang membeli, jangan berikan sate itu sebelum sang pembeli membayar 1 milyar untuk satu tusuk sate,” Kyai Dullah menjelaskan.
“Siapapun yang berjualan harus memastikan pembeli menyediakan uang sebanyak yang kalian inginkan. Kalian juga harus membawa selembar uang seratus ribu sebagai contoh. Katakan pada pembeli agar menyediakan uang seperti uang yang kalian bawa itu,” lanjut Kyai Dullah.Kesembilan orang itu tersenyum mendengar penuturan Kyai Dullah. Tampaknya tidak terlalu sulit mendapatkan uang bermilyar-milyar rupiah. Tetapi mereka serentak diam, ketika Kyai Dullah bertanya siapa yang akan bertugas menjadi penjual sate gagak.
Terjadilah perdebatan. Mereka saling tunjuk siapa yang akan menjadi penjual. Setelah disepakati, Afifudin dipilih mengambil tugas itu.
Kyai Dullah lalu memanggil Afifudin untuk menjelaskan apa yang harus dilakukan saat berjualan.
“Kamu harus berani dan jangan gentar. Ingat, dalam dunia gaib, justru penjual yang menjadi raja dan bukan pembeli,” nasihat Kyai Dullah.Memang terdengar aneh. Bisnis manusia jelas mengatakan pembeli adalah raja. Sementara di alam gaib sebaliknya, penjual adalah raja.
Jualan Sate Gagak
Pada malam Jumat, sekitar pukul 21.00 malam, menggunakan mobil mereka menuju tempat yang dipilih berjualan sate. Lokasinya di muara sungai Kalijaga, persis di tepi laut.
Seorang diri Afifudin berjalan ke arah lokasi tersebut sambil membawa 15 tusuk sate gagak dan peralatan untuk membakar sate. Lokasi tersebut dipenuhi pepohonan lebat dan alang-alang. Sambil berjalan, Afifudin harus membabat alang-alang dengan sebilah parang. Sekitar 1 meter dari tepi laut, Afifudin membersihkan tempat yang akan digunakan berjualan. Setelah itu dia mulai membakar satu persatu sate yang dipersiapkan.
Sementara itu, posisi Kyai Dullah dan teman-temannya berada di dekat mobil yang berjarak sekitar 500 meter dari Afifudin. Kyai Dullah melakukan ritual dekat mobil tersebut.
Tepat jam 22.00 malam, 15 tusuk sate yang dibakar sudah matang dan siap dijual. Aroma daging terbakar menyeruak ke segala arah.
Sebagaimana petunjuk Kyai Dullah, Afifudin berteriak-teriak seolah memanggil pembeli.
“Sate gagak….sate gagak. Siapa mau beli,” teriak Afifudin sambil mengacung-acungkan satenya.Tampaknya belum ada yang datang membeli. Afifudin mulai didera rasa takut. Suasana malam terasa mencekam. Debur ombak dan desiran angin mendirikan bulu roma. Pada saat itu, Afifudin membaca doa-doa dalam hati.
Beberapa saat kemudian, Afifudin tersentak kaget mendengar suara petir yang keras. Kilatan petir bahkan berjarak beberapa meter dari tempatnya duduk.
“Astaghfirullah,” teriak Afifudin dalam batin.Kilatan petir terasa menyambar kepala, hingga secara refleks menunduk menghindarinya.
Namun belum hilang rasa kaget mendengar petir, tiba-tiba seekor burung hantu terbang berputar-putar. Afifudin yang tangan kanannya masih memegang sate gagak langsung saja mengacung-acungkan tangannya sambil berteriak. Sementara tangan kirinya memegang selembar uang seratus ribu rupiah.
“Sate gagak… sate gagak…siapa mau beli,” teriak Afifudin dengan suara parau.Burung hantu itu hinggap pada sebatang pohon sekitar 10 meter darinya. Matanya menatap tajam. Afifudin balas menatapnya sambil terus berteriak-teriak menawarkan sate gagak.
Burung hantu itu lalu turun di tanah dan mulai berjalan mendekat. Tetapi tiba-tiba saja burung itu terlempar menjauh sambil mengeluarkan suara keras.
Saat itu juga Afifudin terkejut melihat kejadian tersebut. Namun dia tidak mengerti apa yang terjadi.
Sambil membakar sate gagak agar aroma daging tetap menyebar, Afifudin terus berteriak-teriak memanggil pembeli.
“Sate gagak….sate gagak…sate gagak. Siapa mau beli,” teriak Afifudin.Entah darimana datangnya, Afifudin tersentak melihat sosok gaib berujud manusia setengah badan muncul dari semak-semak belukar.
Sosok gaib itu hanya terlihat dari dada ke atas. Bagian perut dan kakinya tidak ada. Sosok gaib itu berambut gondrong, berwajah seram dan mata merah menyala. Seperti melayang, sosok itu mendekati Afifudin.
Anehnya, sosok itu berhenti 10 meter di depan Afifudin. Makhluk dari bangsa jin itu menatap tajam dengan mulut seolah sedang berbicara.
“Sate gagak…sate gagak….sate gagak. Ayo beli sate gagak. Murah…satu milyar untuk satu tusuk sate gagak,” kata Afifudin berteriak sambil mengacungkan sate gagak di tangan kanan dan uang seratus ribu di tangan kiri.Afifudin berharap makhluk gaib itu datang mendekatinya dan membeli sate gagak.
Sebagaimana petunjuk Kyai Dullah, Afifudin harus menunjukkan sate gagak itu kepada pembeli. Apabila sang pembeli berminat, maka Afifudin harus pula menyodorkan uang seratus ribu rupiah untuk pembayarannya.
Akan tetapi Afifudin heran melihat sosok setengah badan itu tidak juga mendekat. Padahal ekspresi wajah gaib itu terlihat berminat membeli sate.
Afifudin tidak menyerah. Dia terus berteriak-teriak menawarkan dagangannya. Agaknya pancingan ini berhasil, sosok gaib itu bergerak mendekatinya.
Tiba-tiba sosok gaib itu mengeluarkan suara lengkingan keras disertai kobaran api. Sosok gaib itu terbakar dan kemudian lenyap.
“Astaghfirullah,” teriak Afifudin dalam batin.Sebab dia heran mengapa makhluk itu terbakar.
Buaya Putih
Tetapi Afifudin tetap bertahan. Keinginannya mendapatkan uang gaib sudah bulat. Apapun yang terjadi. Afifudin memang kesal dengan teman-temannya yang memilihnya berjualan sate. Sementara mereka asyik duduk di mobil menunggu perkembangan. Pada saat itu Afifudin tidak menyadari rekan-rekannya di dalam mobil lari kocar-kacir akibat mobil tersebut diguncang-guncang keras sejumlah sosok gaib hingga terperosok ke dalam parit. Bahkan Kyai Dullah pun lari ketakutan.
Sekitar pukul 02.00 pagi, Afifudin melihat pemandangan aneh. Dua buah perahu melaju pelan dari arah muara sungai Kalijaga. Semakin lama perahu itu mendekati posisi duduknya yang hanya berjarak 1 meter dari tepi laut.
Afifudin mengamati kedua perahu itu. Aneh, tidak ada seorang pun di dalam perahu. Tetapi Afifudin dengan sangat jelas melihat beberapa tumpukan karung di dalam perahu.
“Apa isi karung-karung itu?” Pikir Afifudin. Kemudian setelah Afifudin menghitung, ternyata jumlah karung itu ada 15.
“Apakah karung-karung itu berisi uang 15 milyar? Tetapi mengapa perahu itu terus berjalan dan tidak berhenti?” Tanya Afifudin dalam hati.Kedua perahu itu berjalan di muara sungai dan menuju laut lepas. Deburan ombak seketika melenyapkan perahu itu.
Afifudin mulai pesimis sate gagak yang dijualnya akan laku. Tetapi dia belum mau beranjak pulang sebelum kedatangan sosok gaib Dewi Lanjar. Dia masih menunggu putri dari bangsa jin yang sangat kaya itu.
Menjelang pukul 03.00 pagi, Afifudin dikejutkan kedatangan seekor buaya putih berukuran raksasa. Lebar badan buaya itu sekitar 2 meter, dengan panjang hampir 15 meter.
Buaya berbadan besar itu muncul dari dalam sungai dan berjalan terseok-seok mendekatinya.
“Sate gagak…sate gagak. Ayo beli sate gagak,” teriak Afifudin sambil menatap ke arah buaya yang berjarak sekitar 10 meter.Aneh, Kali ini tubuh Afifudin justru gemetar. Dia khawatir buaya itu akan memangsa dirinya dan bukan sate gagak yang dipegangnya.
Lagi-lagi kejadian yang sama terulang. Buaya yang mendekatinya itu terlempar jauh ke belakang. Tubuhnya melayang dan terhempas di permukaan sungai. Suaranya keras menggelegar.
“Astaghfirullah,”teriak Afifudin.Beberapa saat kemudian, muncul lagi buaya besar dan berjalan mendekatinya. Tetapi buaya itu kembali terhempas di permukaan sungai.
Setelah peristiwa itu, tidak ada lagi kejadian aneh yang dialami hingga fajar menyingsing.
Afifudin berkemas meninggalkan lokasi berjualan dan berjalan menuju temannya menunggu di mobil.
Dia heran melihat teman-temannya sibuk mendorong mobil yang terperosok di parit.
“Apa yang terjadi?” Tanya Afifudin.Seorang temannya mengatakan, mobil itu diguncang-guncang sosok tak kasat mata hingga terperosok di parit. Beruntung tidak terlalu membahayakan. Mobil pun dikeluarkan dari parit hingga mereka dapat pulang.
Dalam perjalanan pulang, Kyai Dullah bertanya kepada Afifudin seputar pengalaman yang dialami. Setelah mendengar cerita Afifudin, Kyai Dullah tersenyum.
“Tentu saja sate gagak itu tidak laku. Sepanjang berjualan kamu terus melantunkan zikir di dalam hati. Dewi Lanjar takut dan tidak berani mendekat,” kata Kyai Dullah yang mengaku baru pertama kali ini gagal mendatangkan uang gaib.Kemudian untuk menutup kisahnya kepada Misteri, Afifudin berkata.
“Ini pelajaran buat saya bahwa mendatangkan uang gaib itu perbuatan batil. Buktinya makhluk gaib itu takut dengan bacaan zikrullah.” pungkasnya.
0 komentar:
Posting Komentar